Rabu, 14 Januari 2015

makalah kritik matan hadis



Kritik Matan Hadis
Makalah ini ditujukan untuk mata kuliah al hadis dan metodologinya.
Yang diampu oleh bapak Dr. Octoberrinsyah




Disusun Oleh:
Nur Rohmah Hayati, S.Pd.I
(1320411166)


PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013

A.      Latar Belakang
Pengertian hadis adalah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat-sahabat Nabi.[1] Hadis masuk dalam posisi sentral di Agama Islam, hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Hadis atau sunnah memuat berbagai persoalan kehidupan umat Islam yang tidak diakomodir dalam Al Qur’an.[2]
Kaum muslimin sepakat menerima sunnah dan menisbatkannya pada Nabi Muhammad .Sebelum hadis itu didokumentasikan dalam kitab-kitab(abad ke 2, ke-3 H dan seterusnya), Hadis telah terkontaminasi oleh pemalsuan karena berbagai kepentingan seperti politik, semangat beribadah yang berlebihan, fanatic aliran dan lain-lain.[3] Tujuan penelitian hadis adalah untuk menguji dan menganalisis secara kritis apakah secara historis hadis dapat dibuktikan kebenerannya berasal dari nabi atau tidak. Hal ini, menurut M. Syuhudi Ismail, sangat penting mengingat kedudukan kualitas hadis erat sekali kaitannya dengan dapat atau tidaknya hadis dijadikan hujjah agama.[4]
B.     Konsep Kritik Matan Hadis.
1.      Pengertian.
Kata Naqd dalam bahasa Arab lazim diterjemahkan dengan kritik yang berasal dari bahasa latin. Kritik itu sendiri berarti menghakimi, membanding dan menimbang. Naqd dalam bahasa Arab popular berarti penelitian, analisis, pengecekan, pembedaan. Naqd al Hadis atau kritik hadis berdasarkan makna diatas adalah penelitian kualitas hadis, analisis terhadap sanad dan matannya, pengecekan hadis ke dalam sumber-sumber, serta pembedaan antara hadis-hadis autentik dan yang tidak. Jika kritik sanad lazim dikenal dengan kritik ekstern(al naqd al khariji), maka kritik matan lazim dikenal dengan kritik intern (al naqd al dakhili).[5]
 Matan menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab ma-ta-na artinya punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras.[6] Sedangkan secara terminology, matan adalah akhir dari rentetan perowi dalam sebuah sanad.[7] Matan menurut ilmu hadis adalah penghujung sanad. Selanjutnya menurut Tahir Al Jawabi kritik matan hadis berarti suatu kegiatan penelitian terhadap matan-matan hadis yang sanadnya shahih, dalam rangka untuk mengetahui kesahihan atau kedhaifan matan hadis, dan untuk menghilangkan musykilan pada maknanya Serta untuk menghilangkan pertentangan diantara hadis-hadis yang shahih tersebut dengan mengggunakan ukuran – ukuran yang akurat.[8]
2.      Sejarah Kritik Matan Hadis.
Nabi Muhammad sebagai tokoh sentral dalam agama Islam, pada masa Nabi kritik hadis seperti sangat mudah karena keputusan tentang otentitas sebuah hadis berada ditangan Nabi Sendiri. Lain halnya sesudah Nabi Wafat kritik hadis tidak dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada nabi, melainkan menanyakan dengan orang yang ikut mendengar atau melihat hadis itu berasal dari Nabi.[9]
a.       Kritik Hadis dimasa Nabi Muhammad.
Secara factual, penelitian (kritik) hadis telah terjadi pada masa Nabi, meskipun secara konseptual belum ada.[10]Tradisi kritik atas pemberitaan hadis telah terjadi dengan , motif kritik, pemberitaan bercorak konfirmasi, klarifikasi, dan upaya memperoleh testimony yang target akhirnya menguji validitas kepercayaan berita(al-istitsaq).[11] Kritik sebagai upaya membedakan informasi yang benar dan yang salah pada masa Nabi Lahir dalam bentuk konfirmasi sahabat kepada Nabi, atau kepada sahabat lainnya.[12]
b.      Kritik Hadis dimasa Sahabat.
Setelah Nabi Muhammad wafat, maka kemungkinan untuk melakukan cek dan ricek ada lagi. Pada periode sahabat menurut pengamatan Al Hakim dan al dzahabi adalah Abu bakar sebagai tokoh perintis pemberlakuan uji kebenaran informasi hadis. Selain Abu bakar sendiri dikalangan sahabat sendiri muncul beberapa sahabat yang sangat kritis diantaranya, Ali bin Abi Thalib, Aisyah binti Abu Bakar, Ubay bin ka’ab, zaenab istri ibn Mas’ud, dan lain-lain.[13]
Motif utama penerapan kritik hadis adalah dalam rangka melindungi jangan sampai terjadi kedustaan dengan mengatasnamakan Nabi Muhammad. Kaidah kritik lebih tertuju pada uji kebenaran bahwa nabi benar-benar menginformasikan hadis itu.[14]
 Musfir ‘Azmillah al Damani menyebutkan 3 pilar utama cara sahabat menilai suatu hadis yaitu tidak bertentangan dengan Al Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis lain, melalui ijtihad dengan penalaran akal sehat.[15] Pola perujukan silang berintikan muqaranah atau perbandingan riwayat antar sesama sahabat, mencerminkan upaya memperoleh hasil dari perujukan silang yang saling membenarkan terhadap fakta kehadisan sebagaimana diberitakan oleh sahabat tertentu. Metode mu’aradhah intinya adalah pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautannya dan keselarasan antar konsep dengan hadis( sunnah )lain dan dengan dalil syari’at lain.[16]
c.       Kritik Hadis Masa Tabi’in
Para Tabi’in sebagaimana sahabat, ketika meriwayatkan hadis tidak puas tanpa mengecek ulang kepada para periwayatannya. Apabila pada masa sahabat kritik hadis  dilakukan semata-mata guna memperoleh pemantapan pemberitaan, maka pasca fitnah, segala langkah metodologis kritik sanad dan matan diorientasikan pada maksud tujuan pemikiran maqbul( diterima sebagai hujjah syari’iyyah) atau harus Mardud( ditolak ).[17]  Pada Masa ini, para tabi’in melakukan penelitian Matn dengan dengan cara mu’aradah.[18]
Menurut Ibn Hibban setelah masa sahabat muncul kritikus hadis pada masa tabi’in, dan diantara mereka adalah ibn Musayyab, Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr, Al Zuhri, Malik bin Annas, Ibn sirrin, Al syafii, sufyan Al sauri.[19]
d.      Kritik pada Masa Ulama Hadis
Ulama Hadis telah berupaya mengsistematisikan penelitian matn dengan baik yakni dengan mempermudah langkah-langkah dalam melakukan penelitian matn hadis.Musfir Azmillah al Damani memberikan gambaran tentang metode dalam menilai suatu matan Hadis, Metode tersebut antara lain tidak bertentangan dengan Al Qur’an, tidak bertentangan dengan satu hadis yang lainnya, tidak bertentangan dengan sunnah satu dengan yang lainnya, tidak bertentangan dengan kejadian yang sesungguhnya dan fakta sejarahnya dan sebagainya. Dan prinsip pokokmyang dipegangi oleh jumhur ulama adalah
1)        Tidak bertentangan dengan Al Qur’an.
2)        Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir yang statusnya lebih kuat atau sunnah yang lebih masyhur atau hadis Ahad
3)        Tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam.
4)        Tidak bertentanggan dengan sunnatullah.
5)        Tidak bertentangan dengan fakta sejarah atau sirah nabawiyah yang shahih.
6)        Tidak bertentangan dengan akal, kebenaran ilmiah atau yang sulit dibuktikan secara rasional.[20]
C.    Kritik Matan Hadis.
Tata letak matan dalam struktur penyajian hadis senantiasa jatuh setelah ujung terakhir sanad. Kebijakan peletakkan itu menunjuk fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadis dari nara sumbernya.[21]Prosedur Penelitian hadis harus mendahulukan sanad dikarenakan pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut :
a.         Latar belakang sejarah periwayatan hadis sejak mula didominasi oleh tradisi penuturan setidaknya hingga generasi tabi’in dan amat sedikit data hadis yang tertulis.
b.         Upaya antisipasi terhadap gejala pemalsuan hadis ternyata efektif bila ditempuh dengan mengidentifikasi kepribadian orang-orang secara berantai meriwayatkan hadis.
c.         Hasil uji hipotesis tentang gejala syadz pada matan hadis ternyata berbanding lurus dengan keberadaan rawi hadis yang sanadnya syadz.
d.        Dalam rangka ujian matan hadis penelti sering kali kekurangan data, dan penelitian sanad hadis cukup mendukungnya.[22]
Kemudian Jika kedua hal unsur sanad dan matan hadis disatukan makan kemungkinan hasil penelitian sanad dan matan hadis dapat menjadi empat macam yaitu :
a.         Hadis sanadnya shahih matannya maqbul.
b.         Hadis sanadnya dhaif matannya maqbul.
c.         Hadis sanadnya shahih matannya mardud.
d.        Hadis sanadnya dhaif matannya mardud.[23]
Kritik matan hadis dilakukan dengan berbahgai alat uji, hadis diuji dengan ajaran yang terkandung dalam nash al Qur’an, hadis diuji dengan sesama hadis, disamping itu hadis yang memuat tentang ilmu pengetahuan perlu juga diuji dengan ilmu pengetahuan. Dan bila informasi hadis berkaitan dengan data sejarah maka hadis tersebut diuji dengan fakta sejarah dan dengan otorita kebenaran lainnya. Bahkan hadis diuji dengan ilmu bahasa.[24]Langkah-langkah kritik matan hadis terdiri atas :
1)      Proses kebahasaan, termasuk kritik teks yang mencermati kebenaran dan keaslian teks.
2)      Analisis terhadap isi kandungan makna(konsep doktrin) pada matan hadis.
3)      Penelusuran ulang nisbah(asosiasi) pemberitaan matan hadis kepada narasumber.[25] Dan hasil penemuan anaslisnya adalah Dan Hadis ditinjau dari aspek penuturnya dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu.
1.      Marfu’ : Hadis yang dinisbatkan Nabi Muhammad Saw, berupa ucapan, perbuatan, persetujuan atau sifat, baik yang sanadnya bersambung ataupun tidak.
2.      Mauquf :  ucapan atau perbuatan yang dinisbatkan kepada para sahabat.
3.      Maqthu’  : ucapan atau perbuatan yang dinisbatkan kepada para tab’in[26]
Selanjutnya Pedoman penelitian dalam krtik hadis menurut para ulama ialah ;
a.         Memberikan ta’rif shahih yakni hadis yang sanadnya bersambung, diambil dari perawi yang adil dan dhabit serta terbebas dari syadz dan illat.
b.        Menetapkan persyaratan hadis hasan sebagai hadis yang sedrajad kedhabitan perawinya setingkat dibawah perawi hadis shahih.
c.         Menetapkan hadis-hadis yang tidak memnuhi kriteria shahih atau hasan sebagai hadis dhaif.
d.        Menetapkan kriteria hadis maudhu’, berupa kejanggalan atau ketersalahan yang dapat dijadikan indikasi kemustahilan berasal dari roslulullah.[27]
Penelitian terhadap aspek matan hadis mengacu kepada kaedah keshahihan matan hadis sebagai tolak ukur, yakni terhindar dari  syadz dan ‘illat.
a.       Terhindar dari syadz
Syadz pada matan hadis didefinisikan sebagai adanya pertentangan atau ketidaksejalanan riwayat seorang perawi yang menyendiri dengan seorang perawi yang lebih kuat hafalan dan ingatannya. Pertentangan dan ketidaksejalanan tersebut adalah dalam hal menukil matan hadis, sehingga terjadi penambahan, pengurangan, perubahan tempat dan berbagai bentuk kelemahan dan cacat lainnya.[28]
b.    Terhindar dari ‘illat.
Illat disamping terjadi pada sisi sanad dapat juga terjadi pada sisi matan. Illat yang terjadi pada sisi matan saja berarti sanadnya memenuhi kriteria keshahihan. Adapun illat  yang dimaksud dengan ‘illat pada matan hadis adalah suatu sebab tersembunyi yang terdapat pada matan hadis yang secara lahir tampak berkualitas shahih.[29]
Akan tetapi hanya  Hasil penelitian dari kritikus yang memenuhi persyaratan saja yang dipertimbangkan kritikannya. Syarat tersebut dibagi dalam dua kelompok. Pertama syarat tentang sikap pribadi: (a) bersikap adil, (b) tidak bersikap fanatic, (c) tidak bermusuhan dengan periwayat yang berbeda aliran atau mazhab, (d) jujur, (e) taqwa dan (f ) wara’. Kedua syarat penguasaan Pengetahuan : yakni memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, khususnya yang berkenaan dengan(a) ajaran Islam, (b) bahasa Arab, (c)Hadis dan Ilmu Hadis,(d) pribadi periwayat yang dikritiknya, (e) adat istiadat yang berlaku dan sebab-sebab keutamaan dan ketrcelaan periwayat.[30]  
D.      Kriteria Keshahihan Matan Hadis
            Menurut Al-Adlabi sebuah hadis dikatakan matan diterima sebagai matan hadis yang shahih apabila :
1.      Tidak bertentangan dengan Al Qur’an
2.       tidak bertentangan dengan hadis Rosulullah yang memiliki bobot akurasi yang lebih tinggi
3.       tidak bertentangan dengan akal, indra dan sejarah.
4.      serta menunjukkan cirri-ciri sabda rosulullah secara redaksional. [31]

Selanjutnya menurut Al Khatib Al Baghdadi kriteria matan hadis yang shahih yaitu
1.      tidak bertentangan dengan akal sehat,
2.      tidak bertentangan dengan hukum Al Qur’an yang telah muhkam(ketentuan hukum yang telah tetap),
3.      tidak bertentangan dengan hadis mutawatir,
4.      tidak bertentangan dengan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu(sulama salaf)
5.      tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti
6.      tidak bertentangan dengan hadis Ahad yang kualiras kesahihannya lebih kuat.[32]
Ibn Al Jawzi memberikan tolak ukur kesahihan matan hadis secara singkat yaitu setiap hadis yang bententangan dengan akal ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis maqdhu’, karena Nabi Muhammad tidak mungkin Nabi Muhammad menetapkan sesutau tidak sesuai dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama.[33]
Muhammad Al Ghazali menetapkan tujuh kriteria matan hadis yang shahih yaitu ;
1.      Matan Hadis sesusai dengan Al Qur’an.
2.      Matan hadis sejalan dengan matan hadis shahih lainnya.
3.      Matan hadis sejalan dengan fakta sejarah
4.      Redaksi matan hadis menggunakan bahasa arab yang baik.
5.      Kandungan matan Hadis sesuai dengan prinsip-prinsip umum ajaran agama Islam
6.      Hadis itu tidak bersifat syaz( yakni salah seorang perawinya bertentangan dengan periwayatannya dengan perawi lainnya, yang dianggap lebih akurat dan lebih dapat dipercaya).
7.      Hadis tersebut harus bersih dari ‘illah qadihah(yakni cacat yang diketahui oleh para ahli hadis, sehingga mereka menolaknya).[34]

Menurut Shalah Al-Din al Adlabi kesulitan dalam kritik matan lebih disebabkan oleh beberpapa faktor, yaitu :
1.      Langkanya kitab-kitab yang membahas kritik matan dan metodenya
2.      Pembahasan mtan hadis pada kitab-kitab tertentu termuat diberbagai bab yang bertebaran sehingga sulit dikaji secara khusus
3.      Adanya keraguan di kalangan ahli hadis untuk mengklaim sesuatu sebagai bukan hadis padahal hadis, demikian sebaliknya.
M. Syuhudi Ismail,faktor- faktor yang menonjol penyebab sulitnya penelitian matan hadis adalah
1.        Adanya periwayatan secara makna
2.        Acuan yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja
3.        Latar belakang timbulnya petunjuk hadis tidak selalu mudah diketahui.
4.        Adanya kandungan petunjuk hadis yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi supra rasional.
5.        Masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus penelitian matan hadis.[35]
E.       Contoh Kritik Matan
Penelitian Matan Hadis tentang Khitan Perempuan.
Setelah dilakukan penelitian melalui takhrij al hadis eengan cara penelusuran lewat topic hadis, dengan tema al khitan min hisal al fitrah. Informasi yang diperoleh adalah hadis hadis tentang masalah khitan terdapat dalam shahih bukhari, musnad al darimi, sunan abi dawud, sunan al tirmidzi, sunan al nasa’I, dan musnad ahmad bin hanbal. Teks atau redaksi hadis-hadis tentang khitan perempuan dalam masa Nabi Muhammad hidup di Madinah. Abu Dawud, 457:










Dalam hadis tidak ditemukan periwayat yang berstatus sebagai syahid. Karena satu-satunya sahabat yang turut meriwayatkan hadis adalah Umm ‘Attiyah al-Anshariyyah. Adapun periwayat yang berstatus muttabi ditemukan pada periwayat ke-5 yaitu Sulaiman ibn ‘Abd al-Rahman sebagai muttabi dari Abd al-Wahab. Demikian juga terhadap Mukharij al- Hadisnya, hadis yang diteliti ini hanya dikeluarkan oleh abu dawud. Dengan demikian, hadis tersebut termasuk dalam kategori hadis ahad yang gharib karena hanya diriwayatkan oelh periwayat yang terbatas satu orang disetiap tingkatnya.
No
Nama
Urutan periwayat/ Sanad
Kualitas


1
Umm 'Attiyah al-Anshariyah
1/V
 Diterima

2
Abd al Malik ibn 'Umair
II/ IV
Diterima

3
Muhammad Ibn Hassan
III/III
Ditolak

4
Marwan
IV/II
Diterima

5
Abd al Wahab
V/I
Diterima

6
Abu Dawud
VI/Mukharij al Hadis
Diterima


Dari ke enam periwayat diatas, semua bernilai shahih berdasarkan informasi dalam kitab-kitab rijal al-hadis, kecuali periwayat ke 3, yakni Muhammad Ibn Hassan(w.?), oleh karena itu penelitian selanjutnya tentang matan hadis tersebut tidak dilaksanakan.[36]


F.       Penutup
Kesimpulan
1.      Tahir Al Jawabi kritik matan hadis berarti suatu kegiatan penelitian terhadap matan-matan hadis yang sanadnya shahih, dalam rangka untuk mengetahui kesahihan atau kedhaifan matan hadis, dan untuk menghilangkan musykilan pada maknanya Serta untuk menghilangkan pertentangan diantara hadis-hadis yang shahih tersebut dengan mengggunakan ukuran – ukuran yang akurat. Sejarah kritik hadis sendiri sudah dimulai dari zaman nabi sampai berkembang hingga setelah zaman nabi.
2.      Tata letak matan dalam struktur penyajian hadis senantiasa jatuh setelah ujung terakhir sanad. Kebijakan peletakkan itu menunjuk fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadis. Langkah-langkah kritik matan hadis terdiri atas :
1.)    Proses kebahasaan, termasuk kritik teks yang mencermati kebenaran dan keaslian teks.
2.)    Analisis terhadap isi kandungan makna(konsep doktrin) pada matan hadis.
3.)    Penelusuran ulang nisbah(asosiasi) pemberitaan matan hadis kepada narasumber
3.      Muhammad Al Ghazali menetapkan tujuh kriteria matan hadis yang shahih yaitu ;
1.)    Matan Hadis sesusai dengan Al Qur’an.
2.)    Matan hadis sejalan dengan matan hadis shahih lainnya.
3.)    Matan hadis sejalan dengan fakta sejarah
4.)    Redaksi matan hadis menggunakan bahasa arab yang baik.
5.)    Kandungan matan Hadis sesuai dengan prinsip-prinsip umum ajaran agama Islam
6.)    Hadis itu tidak bersifat syaz( yakni salah seorang perawinya bertentangan dengan periwayatannya dengan perawi lainnya, yang dianggap lebih akurat dan lebih dapat dipercaya).
7.)    Hadis tersebut harus bersih dari ‘illah qadihah(yakni cacat yang diketahui oleh para ahli hadis, sehingga mereka menolaknya)










DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: Teras, 2004.
Al Adlabi Ahmad, Shalahuddin, Menalar Sabda Nabi, Yogyakarta: Insan Madani, 2010.
Bustamin, Salam ,H isa. Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Idri , Studi Hadis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Redaksi,  Tim Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Sumbulah, Umi. Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, Malang: UIN-Malang Press,  2008.
Suryadi, Metode Kontemporer Pemahaman Hadis Nabi, Yogyakarta: Teras, 2008.
Suryadi,dkk. Metodologi Penelitian hadis. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006.
Zeid B. smeer, Ulumul hadis(Pengantar Studi Hadis Praktis), Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Zuhri, Muh Telaah, Matan Hadis (sebuah tawaran metodologis), Yogyakarta: Lesfi, 2003.


[1] Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pusat Bahasa departemen Pendidikan Nasional, 2008), Hal. 501.
[2] Suryadi, dkk, Metodologi Penelitian Hadis( Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006), Hal. 142.
[3] Muh.Zuhri, Telaah Matan Hadis( Yogyakarta: Lesfi, 2003), Hal. 41.
[4] Idri, Studi Hadis( Jakarta: Prenada Media group, 2010), Hal. 276.
[5] Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis( Malang:  UIN-Malang press, 2008), Hal.93.
[6] Bustamin, Metodologi Kritik Hadis(Jakarta:  Raja Grafindo Persada), hal. 59.
[7] H. zeid B. Smeer, Ulumul Hadis( pengantar studi hadis praktis), (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hal. 59
[8] http://digilib.uin-suka.ac.id/3004/ diaskes pada tanggal 7 oktober 2012 pukul 15.11
[9] Bustamin, Metodologi Kritik Hadis,…Hal.60.
[10] Idri, Studi Hadis,…Hal.286.
[11] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis(Yogyakarta: Teras, 2004), Hal. 23.
[12] Suryadi, Metode kontemporer Pemahaman Hadis Nabi,… Hal.69.
[13] Ibid. Hal.71
[14] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis,…Hal. 28.
[15] Suryadi, Metologi Penelitian Hadis,...Hal. 145-146.
[16] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis,…Hal. 28-30.
[17] Ibid.Hal . 37
[18] Suryadi, dkk, Metodologi Penelitian Hadis,...Hal.146.
[19] Bustamin, Metodologi Kritik Hadis,…Hal. 60.
[20] Suryadi, dkk, Metodologi Penelitian Hadis,…Hal 146-147.
[21] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis,…Hal.14.
[22] Ibid,Hal.54-57.
                [23]Ibid. 148
[24] Muh.Zuhri, Telaah Matan Hadis,...Hal.53
[25] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis,…Hal. 16.
[26] Ibid, Hal.65-68.
[27] Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis,…Hal.100.
[28] Ibid, hal.103.
[29] Ibid, hal.108.
[30] Idri, Studi Hadis,…Hal. 296.
[31] Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis,…Hal.101-102.
[32] Ibid.
[33]  Bustamin, Metodologi Kritik Hadis,…Hal.63.
[34]  Ibid, Hal.104-105
[35] Suryadi, Metode kontemporer Pemahaman Hadis Nabi,…Hal.68-69.
[36] Suryadi, dkk, Metodologi Penelitian Hadis,…Hal.151-158.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar