Kritik Matan Hadis
Makalah ini
ditujukan untuk mata kuliah al hadis dan metodologinya.
Yang diampu oleh
bapak Dr. Octoberrinsyah
Disusun Oleh:
Nur Rohmah Hayati, S.Pd.I
(1320411166)
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
A.
Latar Belakang
Pengertian hadis adalah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad yang
diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat-sahabat Nabi.[1] Hadis
masuk dalam posisi sentral di Agama Islam, hadis merupakan sumber ajaran Islam
yang kedua. Hadis atau sunnah memuat berbagai persoalan kehidupan umat Islam
yang tidak diakomodir dalam Al Qur’an.[2]
Kaum muslimin sepakat menerima sunnah dan menisbatkannya pada Nabi
Muhammad .Sebelum hadis itu didokumentasikan dalam kitab-kitab(abad ke 2, ke-3
H dan seterusnya), Hadis telah terkontaminasi oleh pemalsuan karena berbagai
kepentingan seperti politik, semangat beribadah yang berlebihan, fanatic aliran
dan lain-lain.[3]
Tujuan penelitian hadis adalah untuk menguji dan menganalisis secara kritis
apakah secara historis hadis dapat dibuktikan kebenerannya berasal dari nabi
atau tidak. Hal ini, menurut M. Syuhudi Ismail, sangat penting mengingat kedudukan
kualitas hadis erat sekali kaitannya dengan dapat atau tidaknya hadis dijadikan
hujjah agama.[4]
B.
Konsep
Kritik Matan Hadis.
1.
Pengertian.
Kata Naqd dalam bahasa Arab lazim diterjemahkan dengan
kritik yang berasal dari bahasa latin. Kritik itu sendiri berarti menghakimi,
membanding dan menimbang. Naqd dalam bahasa Arab popular berarti penelitian,
analisis, pengecekan, pembedaan. Naqd al Hadis atau kritik hadis berdasarkan
makna diatas adalah penelitian kualitas hadis, analisis terhadap sanad dan
matannya, pengecekan hadis ke dalam sumber-sumber, serta pembedaan antara
hadis-hadis autentik dan yang tidak. Jika kritik sanad lazim dikenal dengan
kritik ekstern(al naqd al khariji), maka kritik matan lazim dikenal dengan
kritik intern (al naqd al dakhili).[5]
Matan menurut bahasa, kata
matan berasal dari bahasa Arab ma-ta-na artinya punggung jalan (muka jalan),
tanah yang tinggi dan keras.[6] Sedangkan
secara terminology, matan adalah akhir dari rentetan perowi dalam sebuah sanad.[7]
Matan menurut ilmu hadis adalah penghujung sanad. Selanjutnya menurut Tahir Al
Jawabi kritik matan hadis berarti suatu kegiatan penelitian terhadap
matan-matan hadis yang sanadnya shahih, dalam rangka untuk mengetahui kesahihan
atau kedhaifan matan hadis, dan untuk menghilangkan musykilan pada maknanya
Serta untuk menghilangkan pertentangan diantara hadis-hadis yang shahih
tersebut dengan mengggunakan ukuran – ukuran yang akurat.[8]
2.
Sejarah
Kritik Matan Hadis.
Nabi Muhammad sebagai tokoh sentral dalam agama Islam, pada masa
Nabi kritik hadis seperti sangat mudah karena keputusan tentang otentitas
sebuah hadis berada ditangan Nabi Sendiri. Lain halnya sesudah Nabi Wafat
kritik hadis tidak dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada nabi,
melainkan menanyakan dengan orang yang ikut mendengar atau melihat hadis itu
berasal dari Nabi.[9]
a.
Kritik
Hadis dimasa Nabi Muhammad.
Secara factual, penelitian (kritik)
hadis telah terjadi pada masa Nabi, meskipun secara konseptual belum ada.[10]Tradisi
kritik atas pemberitaan hadis telah terjadi dengan , motif kritik, pemberitaan
bercorak konfirmasi, klarifikasi, dan upaya memperoleh testimony yang target
akhirnya menguji validitas kepercayaan berita(al-istitsaq).[11]
Kritik sebagai upaya membedakan informasi yang benar dan yang salah pada masa
Nabi Lahir dalam bentuk konfirmasi sahabat kepada Nabi, atau kepada sahabat
lainnya.[12]
b.
Kritik
Hadis dimasa Sahabat.
Setelah Nabi Muhammad wafat, maka
kemungkinan untuk melakukan cek dan ricek ada lagi. Pada periode sahabat
menurut pengamatan Al Hakim dan al dzahabi adalah Abu bakar sebagai tokoh
perintis pemberlakuan uji kebenaran informasi hadis. Selain Abu bakar sendiri
dikalangan sahabat sendiri muncul beberapa sahabat yang sangat kritis
diantaranya, Ali bin Abi Thalib, Aisyah binti Abu Bakar, Ubay bin ka’ab, zaenab
istri ibn Mas’ud, dan lain-lain.[13]
Motif utama penerapan kritik hadis
adalah dalam rangka melindungi jangan sampai terjadi kedustaan dengan mengatasnamakan
Nabi Muhammad. Kaidah kritik lebih tertuju pada uji kebenaran bahwa nabi
benar-benar menginformasikan hadis itu.[14]
Musfir ‘Azmillah al Damani menyebutkan 3 pilar
utama cara sahabat menilai suatu hadis yaitu tidak bertentangan dengan Al
Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis lain, melalui ijtihad dengan penalaran
akal sehat.[15]
Pola perujukan silang berintikan muqaranah atau perbandingan riwayat
antar sesama sahabat, mencerminkan upaya memperoleh hasil dari perujukan silang
yang saling membenarkan terhadap fakta kehadisan sebagaimana diberitakan oleh
sahabat tertentu. Metode mu’aradhah intinya adalah pencocokan konsep
yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara
kebertautannya dan keselarasan antar konsep dengan hadis( sunnah )lain dan
dengan dalil syari’at lain.[16]
c.
Kritik
Hadis Masa Tabi’in
Para Tabi’in sebagaimana sahabat,
ketika meriwayatkan hadis tidak puas tanpa mengecek ulang kepada para
periwayatannya. Apabila pada masa sahabat kritik hadis dilakukan semata-mata guna memperoleh
pemantapan pemberitaan, maka pasca fitnah, segala langkah metodologis kritik
sanad dan matan diorientasikan pada maksud tujuan pemikiran maqbul( diterima
sebagai hujjah syari’iyyah) atau harus Mardud( ditolak ).[17] Pada Masa ini, para tabi’in melakukan
penelitian Matn dengan dengan cara mu’aradah.[18]
Menurut Ibn Hibban setelah masa
sahabat muncul kritikus hadis pada masa tabi’in, dan diantara mereka adalah ibn
Musayyab, Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr, Al Zuhri, Malik bin Annas, Ibn
sirrin, Al syafii, sufyan Al sauri.[19]
d.
Kritik
pada Masa Ulama Hadis
Ulama Hadis telah berupaya
mengsistematisikan penelitian matn dengan baik yakni dengan mempermudah
langkah-langkah dalam melakukan penelitian matn hadis.Musfir Azmillah al Damani
memberikan gambaran tentang metode dalam menilai suatu matan Hadis, Metode
tersebut antara lain tidak bertentangan dengan Al Qur’an, tidak bertentangan
dengan satu hadis yang lainnya, tidak bertentangan dengan sunnah satu dengan
yang lainnya, tidak bertentangan dengan kejadian yang sesungguhnya dan fakta
sejarahnya dan sebagainya. Dan prinsip pokokmyang dipegangi oleh jumhur ulama
adalah
1)
Tidak
bertentangan dengan Al Qur’an.
2)
Tidak
bertentangan dengan hadis mutawatir yang statusnya lebih kuat atau sunnah yang
lebih masyhur atau hadis Ahad
3)
Tidak
bertentangan dengan ajaran pokok Islam.
4)
Tidak
bertentanggan dengan sunnatullah.
5)
Tidak
bertentangan dengan fakta sejarah atau sirah nabawiyah yang shahih.
6)
Tidak
bertentangan dengan akal, kebenaran ilmiah atau yang sulit dibuktikan secara
rasional.[20]
C.
Kritik Matan Hadis.
Tata
letak matan dalam struktur penyajian hadis senantiasa jatuh setelah ujung
terakhir sanad. Kebijakan peletakkan itu menunjuk fungsi sanad sebagai
pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadis dari nara
sumbernya.[21]Prosedur
Penelitian hadis harus mendahulukan sanad dikarenakan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
a.
Latar
belakang sejarah periwayatan hadis sejak mula didominasi oleh tradisi penuturan
setidaknya hingga generasi tabi’in dan amat sedikit data hadis yang tertulis.
b.
Upaya
antisipasi terhadap gejala pemalsuan hadis ternyata efektif bila ditempuh
dengan mengidentifikasi kepribadian orang-orang secara berantai meriwayatkan
hadis.
c.
Hasil
uji hipotesis tentang gejala syadz pada matan hadis ternyata berbanding lurus
dengan keberadaan rawi hadis yang sanadnya syadz.
d.
Dalam
rangka ujian matan hadis penelti sering kali kekurangan data, dan penelitian
sanad hadis cukup mendukungnya.[22]
Kemudian Jika kedua hal unsur sanad dan matan hadis disatukan makan
kemungkinan hasil penelitian sanad dan matan hadis dapat menjadi empat macam
yaitu :
a.
Hadis
sanadnya shahih matannya maqbul.
b.
Hadis
sanadnya dhaif matannya maqbul.
c.
Hadis
sanadnya shahih matannya mardud.
d.
Hadis
sanadnya dhaif matannya mardud.[23]
Kritik matan hadis dilakukan dengan berbahgai alat uji, hadis diuji
dengan ajaran yang terkandung dalam nash al Qur’an, hadis diuji dengan sesama
hadis, disamping itu hadis yang memuat tentang ilmu pengetahuan perlu juga
diuji dengan ilmu pengetahuan. Dan bila informasi hadis berkaitan dengan data
sejarah maka hadis tersebut diuji dengan fakta sejarah dan dengan otorita
kebenaran lainnya. Bahkan hadis diuji dengan ilmu bahasa.[24]Langkah-langkah
kritik matan hadis terdiri atas :
1)
Proses
kebahasaan, termasuk kritik teks yang mencermati kebenaran dan keaslian teks.
2)
Analisis
terhadap isi kandungan makna(konsep doktrin) pada matan hadis.
3)
Penelusuran
ulang nisbah(asosiasi) pemberitaan matan hadis kepada narasumber.[25]
Dan hasil penemuan anaslisnya adalah Dan Hadis ditinjau dari aspek penuturnya
dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu.
1.
Marfu’
: Hadis yang dinisbatkan Nabi Muhammad Saw, berupa ucapan, perbuatan,
persetujuan atau sifat, baik yang sanadnya bersambung ataupun tidak.
2.
Mauquf
: ucapan atau perbuatan yang dinisbatkan
kepada para sahabat.
3.
Maqthu’ : ucapan atau perbuatan yang dinisbatkan
kepada para tab’in[26]
Selanjutnya Pedoman penelitian dalam krtik hadis menurut para ulama
ialah ;
a.
Memberikan
ta’rif shahih yakni hadis yang sanadnya bersambung, diambil dari perawi yang
adil dan dhabit serta terbebas dari syadz dan illat.
b.
Menetapkan
persyaratan hadis hasan sebagai hadis yang sedrajad kedhabitan perawinya
setingkat dibawah perawi hadis shahih.
c.
Menetapkan
hadis-hadis yang tidak memnuhi kriteria shahih atau hasan sebagai hadis dhaif.
d.
Menetapkan
kriteria hadis maudhu’, berupa kejanggalan atau ketersalahan yang dapat
dijadikan indikasi kemustahilan berasal dari roslulullah.[27]
Penelitian terhadap aspek matan hadis mengacu kepada kaedah
keshahihan matan hadis sebagai tolak ukur, yakni terhindar dari syadz dan ‘illat.
a.
Terhindar
dari syadz
Syadz pada matan hadis didefinisikan sebagai adanya pertentangan
atau ketidaksejalanan riwayat seorang perawi yang menyendiri dengan seorang
perawi yang lebih kuat hafalan dan ingatannya. Pertentangan dan
ketidaksejalanan tersebut adalah dalam hal menukil matan hadis, sehingga
terjadi penambahan, pengurangan, perubahan tempat dan berbagai bentuk kelemahan
dan cacat lainnya.[28]
b.
Terhindar
dari ‘illat.
Illat disamping terjadi pada sisi sanad dapat juga terjadi pada
sisi matan. Illat yang terjadi pada sisi matan saja berarti sanadnya memenuhi
kriteria keshahihan. Adapun illat yang
dimaksud dengan ‘illat pada matan hadis adalah suatu sebab tersembunyi yang
terdapat pada matan hadis yang secara lahir tampak berkualitas shahih.[29]
Akan tetapi hanya Hasil
penelitian dari kritikus yang memenuhi persyaratan saja yang dipertimbangkan
kritikannya. Syarat tersebut dibagi dalam dua kelompok. Pertama syarat
tentang sikap pribadi: (a) bersikap adil, (b) tidak bersikap fanatic, (c) tidak
bermusuhan dengan periwayat yang berbeda aliran atau mazhab, (d) jujur, (e)
taqwa dan (f ) wara’. Kedua syarat penguasaan Pengetahuan : yakni
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, khususnya yang berkenaan dengan(a)
ajaran Islam, (b) bahasa Arab, (c)Hadis dan Ilmu Hadis,(d) pribadi periwayat
yang dikritiknya, (e) adat istiadat yang berlaku dan sebab-sebab keutamaan dan
ketrcelaan periwayat.[30]
D.
Kriteria Keshahihan Matan Hadis
Menurut Al-Adlabi sebuah hadis dikatakan matan diterima sebagai
matan hadis yang shahih apabila :
1.
Tidak
bertentangan dengan Al Qur’an
2.
tidak bertentangan dengan hadis Rosulullah
yang memiliki bobot akurasi yang lebih tinggi
3.
tidak bertentangan dengan akal, indra dan
sejarah.
4.
serta
menunjukkan cirri-ciri sabda rosulullah secara redaksional. [31]
Selanjutnya menurut Al Khatib Al Baghdadi kriteria matan hadis yang
shahih yaitu
1.
tidak
bertentangan dengan akal sehat,
2.
tidak
bertentangan dengan hukum Al Qur’an yang telah muhkam(ketentuan hukum yang
telah tetap),
3.
tidak
bertentangan dengan hadis mutawatir,
4.
tidak
bertentangan dengan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu(sulama salaf)
5.
tidak
bertentangan dengan dalil yang telah pasti
6.
tidak
bertentangan dengan hadis Ahad yang kualiras kesahihannya lebih kuat.[32]
Ibn Al Jawzi memberikan tolak ukur kesahihan matan hadis secara
singkat yaitu setiap hadis yang bententangan dengan akal ataupun berlawanan
dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis maqdhu’,
karena Nabi Muhammad tidak mungkin Nabi Muhammad menetapkan sesutau tidak
sesuai dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama.[33]
Muhammad Al Ghazali menetapkan tujuh kriteria matan hadis yang shahih
yaitu ;
1.
Matan
Hadis sesusai dengan Al Qur’an.
2.
Matan
hadis sejalan dengan matan hadis shahih lainnya.
3.
Matan
hadis sejalan dengan fakta sejarah
4.
Redaksi
matan hadis menggunakan bahasa arab yang baik.
5.
Kandungan
matan Hadis sesuai dengan prinsip-prinsip umum ajaran agama Islam
6.
Hadis
itu tidak bersifat syaz( yakni salah seorang perawinya bertentangan dengan
periwayatannya dengan perawi lainnya, yang dianggap lebih akurat dan lebih
dapat dipercaya).
7.
Hadis
tersebut harus bersih dari ‘illah qadihah(yakni cacat yang diketahui oleh para
ahli hadis, sehingga mereka menolaknya).[34]
Menurut Shalah Al-Din al Adlabi kesulitan dalam kritik matan lebih
disebabkan oleh beberpapa faktor, yaitu :
1.
Langkanya
kitab-kitab yang membahas kritik matan dan metodenya
2.
Pembahasan
mtan hadis pada kitab-kitab tertentu termuat diberbagai bab yang bertebaran
sehingga sulit dikaji secara khusus
3.
Adanya
keraguan di kalangan ahli hadis untuk mengklaim sesuatu sebagai bukan hadis
padahal hadis, demikian sebaliknya.
M. Syuhudi Ismail,faktor- faktor yang menonjol penyebab sulitnya
penelitian matan hadis adalah
1.
Adanya
periwayatan secara makna
2.
Acuan
yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja
3.
Latar
belakang timbulnya petunjuk hadis tidak selalu mudah diketahui.
4.
Adanya
kandungan petunjuk hadis yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi supra
rasional.
5.
Masih
langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus penelitian matan hadis.[35]
E.
Contoh Kritik Matan
Penelitian
Matan Hadis tentang Khitan Perempuan.
Setelah dilakukan penelitian melalui takhrij al hadis eengan cara
penelusuran lewat topic hadis, dengan tema al khitan min hisal al fitrah.
Informasi yang diperoleh adalah hadis hadis tentang masalah khitan terdapat
dalam shahih bukhari, musnad al darimi, sunan abi dawud, sunan al tirmidzi,
sunan al nasa’I, dan musnad ahmad bin hanbal. Teks atau redaksi
hadis-hadis tentang khitan perempuan dalam masa Nabi Muhammad hidup di Madinah.
Abu Dawud, 457:
Dalam hadis tidak ditemukan periwayat yang berstatus sebagai syahid.
Karena satu-satunya sahabat yang turut meriwayatkan hadis adalah Umm ‘Attiyah
al-Anshariyyah. Adapun periwayat yang berstatus muttabi ditemukan pada
periwayat ke-5 yaitu Sulaiman ibn ‘Abd al-Rahman sebagai muttabi dari Abd
al-Wahab. Demikian juga terhadap Mukharij al- Hadisnya, hadis yang diteliti ini
hanya dikeluarkan oleh abu dawud. Dengan demikian, hadis tersebut termasuk
dalam kategori hadis ahad yang gharib karena hanya diriwayatkan
oelh periwayat yang terbatas satu orang disetiap tingkatnya.
No
|
Nama
|
Urutan periwayat/ Sanad
|
Kualitas
|
|
1
|
Umm 'Attiyah
al-Anshariyah
|
1/V
|
Diterima
|
|
2
|
Abd al Malik ibn
'Umair
|
II/ IV
|
Diterima
|
|
3
|
Muhammad Ibn Hassan
|
III/III
|
Ditolak
|
|
4
|
Marwan
|
IV/II
|
Diterima
|
|
5
|
Abd al Wahab
|
V/I
|
Diterima
|
|
6
|
Abu Dawud
|
VI/Mukharij al Hadis
|
Diterima
|
Dari ke enam periwayat diatas, semua bernilai shahih berdasarkan
informasi dalam kitab-kitab rijal al-hadis, kecuali periwayat ke 3, yakni
Muhammad Ibn Hassan(w.?), oleh karena itu penelitian selanjutnya tentang matan
hadis tersebut tidak dilaksanakan.[36]
F.
Penutup
Kesimpulan
1.
Tahir
Al Jawabi kritik matan hadis berarti suatu kegiatan penelitian terhadap
matan-matan hadis yang sanadnya shahih, dalam rangka untuk mengetahui kesahihan
atau kedhaifan matan hadis, dan untuk menghilangkan musykilan pada maknanya
Serta untuk menghilangkan pertentangan diantara hadis-hadis yang shahih
tersebut dengan mengggunakan ukuran – ukuran yang akurat. Sejarah kritik hadis
sendiri sudah dimulai dari zaman nabi sampai berkembang hingga setelah zaman
nabi.
2.
Tata
letak matan dalam struktur penyajian hadis senantiasa jatuh setelah ujung
terakhir sanad. Kebijakan peletakkan itu menunjuk fungsi sanad sebagai
pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadis.
Langkah-langkah kritik matan hadis terdiri atas :
1.)
Proses
kebahasaan, termasuk kritik teks yang mencermati kebenaran dan keaslian teks.
2.)
Analisis
terhadap isi kandungan makna(konsep doktrin) pada matan hadis.
3.)
Penelusuran
ulang nisbah(asosiasi) pemberitaan matan hadis kepada narasumber
3.
Muhammad
Al Ghazali menetapkan tujuh kriteria matan hadis yang shahih yaitu ;
1.)
Matan
Hadis sesusai dengan Al Qur’an.
2.)
Matan
hadis sejalan dengan matan hadis shahih lainnya.
3.)
Matan
hadis sejalan dengan fakta sejarah
4.)
Redaksi
matan hadis menggunakan bahasa arab yang baik.
5.)
Kandungan
matan Hadis sesuai dengan prinsip-prinsip umum ajaran agama Islam
6.)
Hadis
itu tidak bersifat syaz( yakni salah seorang perawinya bertentangan dengan
periwayatannya dengan perawi lainnya, yang dianggap lebih akurat dan lebih dapat
dipercaya).
7.)
Hadis
tersebut harus bersih dari ‘illah qadihah(yakni cacat yang diketahui oleh para
ahli hadis, sehingga mereka menolaknya)
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis.
Yogyakarta: Teras, 2004.
Al Adlabi Ahmad, Shalahuddin, Menalar Sabda Nabi,
Yogyakarta: Insan Madani, 2010.
Bustamin, Salam ,H isa. Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004.
Idri , Studi Hadis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010.
Redaksi, Tim Kamus Bahasa
Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa departemen
Pendidikan Nasional, 2008.
Sumbulah, Umi. Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis,
Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Suryadi, Metode Kontemporer Pemahaman Hadis Nabi,
Yogyakarta: Teras, 2008.
Suryadi,dkk. Metodologi Penelitian hadis. Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006.
Zeid B. smeer, Ulumul hadis(Pengantar Studi Hadis Praktis),
Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Zuhri, Muh Telaah, Matan Hadis (sebuah tawaran metodologis),
Yogyakarta: Lesfi, 2003.
[1] Tim Redaksi
Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pusat Bahasa
departemen Pendidikan Nasional, 2008), Hal. 501.
[2] Suryadi, dkk, Metodologi
Penelitian Hadis( Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2006), Hal. 142.
[3] Muh.Zuhri, Telaah
Matan Hadis( Yogyakarta: Lesfi, 2003), Hal. 41.
[4] Idri, Studi
Hadis( Jakarta: Prenada Media group, 2010), Hal. 276.
[5] Umi Sumbulah, Kritik
Hadis Pendekatan Historis Metodologis( Malang: UIN-Malang press, 2008), Hal.93.
[6] Bustamin, Metodologi
Kritik Hadis(Jakarta: Raja Grafindo
Persada), hal. 59.
[7] H. zeid B.
Smeer, Ulumul Hadis( pengantar studi hadis praktis), (Malang: UIN-Malang
Press, 2008), hal. 59
[8]
http://digilib.uin-suka.ac.id/3004/ diaskes pada tanggal 7 oktober 2012 pukul
15.11
[9] Bustamin, Metodologi
Kritik Hadis,…Hal.60.
[10] Idri, Studi
Hadis,…Hal.286.
[11] Hasjim Abbas, Kritik
Matan Hadis(Yogyakarta: Teras, 2004), Hal. 23.
[12] Suryadi, Metode
kontemporer Pemahaman Hadis Nabi,… Hal.69.
[13] Ibid.
Hal.71
[14] Hasjim Abbas, Kritik
Matan Hadis,…Hal. 28.
[15] Suryadi, Metologi
Penelitian Hadis,...Hal. 145-146.
[16] Hasjim Abbas, Kritik
Matan Hadis,…Hal. 28-30.
[17] Ibid.Hal
. 37
[18] Suryadi, dkk, Metodologi
Penelitian Hadis,...Hal.146.
[19] Bustamin,
Metodologi Kritik Hadis,…Hal. 60.
[20] Suryadi, dkk, Metodologi
Penelitian Hadis,…Hal 146-147.
[21] Hasjim Abbas, Kritik
Matan Hadis,…Hal.14.
[22] Ibid,Hal.54-57.
[24] Muh.Zuhri, Telaah
Matan Hadis,...Hal.53
[25] Hasjim Abbas, Kritik
Matan Hadis,…Hal. 16.
[26] Ibid,
Hal.65-68.
[27] Umi Sumbulah, Kritik
Hadis Pendekatan Historis Metodologis,…Hal.100.
[28] Ibid, hal.103.
[29] Ibid, hal.108.
[30] Idri, Studi
Hadis,…Hal. 296.
[31] Umi Sumbulah, Kritik
Hadis Pendekatan Historis Metodologis,…Hal.101-102.
[32] Ibid.
[33] Bustamin, Metodologi Kritik Hadis,…Hal.63.
[34] Ibid, Hal.104-105
[35] Suryadi, Metode
kontemporer Pemahaman Hadis Nabi,…Hal.68-69.
[36] Suryadi, dkk, Metodologi
Penelitian Hadis,…Hal.151-158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar